Jumat, 15 Maret 2013

Anas Bantah Adanya Aliran Dana Terkait Pangaturan Anggaran Pengadaan Simulator

JAKARTA, (PRLM).- Mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum membantah adanya aliran dana terkait pengaturan anggaran pengadaan simulator kemudi roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.

Meski mengaku tak terlibat, KPK tetap mencecar Anas soal orang-orang yang diduga ikut dalam pertemuan pengaturan anggaran tersebut.

"Pasti tidak ada," kata Anas saat ditanya tentang dana Rp 1 miliar yang diduga mengalir ke PD usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jumat (15/3).

Anas diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mantan Kakorlantas Irjen Pol Djoko Susilo.
Ia membantah telah turut serta dalam pertemuan untuk mengatur anggaran simulator pada 2010. Saat itu ia masih menjabat sebagai Anggota DPR. "Pertemuan dengan Djoko (Irjen Pol Djoko Susilo) tidak pernah terjadi, tidak pernah ada," katanya.

Berdasarkan informasi, Anas diduga turut serta dalam sebuah pertemuan di Restoran King Crab di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta Selatan pada 2010. Selain Anas, pertemuan itu dihadiri oleh politisi PD Muhammad Nazaruddin dan Saan Mustopa.

Dari unsur kepolisian dihadiri AKBP Teddy Rusmawan selaku ketua pengadaan proyek simulator, hadir pula Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto.

Pertemuan itu diduga membahas komitmen balas jasa pengurusan anggaran kepolisian. Nazaruddin diduga meminta uang jasa 12 persen dari anggaran yang disetujui.

Setelah pertemuan itu, Teddy dikabarkan membagikan uang ke sejumlah politisi. Nazaruddin menerima Rp 4 miliar, selain itu PD juga menerima mendapat jatah berupa mata uang Dollar Amerika Serikat.

Tidak hanya PD, uang juga diberikan kepada pilitikus dari partai lain. PDIP menerima Rp 2 miliar yang dikirim ke kantor Herman Herry. Sedangkan Aziz Syamsudin dan Bambang Soesatyo dari Partai Golkar menerima Rp 4 miliar yang diberikan melalui ajudan Aziz.

"Saya ditanya apakah pernah ketemu Djoko di King Crab, di Nippon Kan, saya jawab tidak pernah ketemu Pak Djoko Susilo. Saya jawab tidak pernah ketemu Pak Djoko Susilo. Apakah saya pernah ikut pembahasan anggaran Polri, tidak pernah. Apakah saya pernah komunikasi dengan Menkeu Sri Mulyani tentang PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak), saya jawab tidak pernah komunikasi atau kontak soal itu," tutur Anas.

Anas mengaku tidak tahu-menahu soal pembahasan anggaran tersebut. Ia bahkan tidak tahu mengapa ia harus dipanggil sebagai saksi oleh KPK.

"Saya masih bingung dan saya tidak tahu apa relevansinya. Tapi saya bersedia hadir untuk memberikan keterangan apa yang saya tahu," katanya.

Meski berkeras tidak tahu, ia tetap dimintai keterangan tentang orang-orang yang berada di pertemuan itu atau yang disebut mengetahui kasus ini. Ia ditanya dalam kapasitasnya sebagai Anggota DPR saat itu dan sempat menjabat sebagai Keta Fraksi PD.

"Saya ditaanya apakah kenal Saan, Benny, Nazar, Sutjipto. Tentu saya jawab kenal. Bukan hanya kenal tapi kami berinteraksi. Saya ditanya kenal DS dan Teddy. Saya jawab tidak kenal. Yang saya kenal Pak Djoko Suyanto, Joko Widodo. Pak Djoko Susilo tidak kenal," tuturnya.

Anas mengatakan, kuasa hukumnya sempat menyarankan agar ia tidak memenuhi panggilan KPK. Sebab pemanggilan Anas sebagai Mantan Ketua Umum PD dirasa tidak ada relevansinya.

"Tapi saya dengan kesadaran penuh, saya ingin membantu proses penegakan hukum ini jika ada keterangan saya yang diangap perlu," ujarnya.

Kuasa hukum Anas, Firman Wijaya mengatakan, pemanggilan Anas tidak ada kaitannya dengan statusnya sebagai Mantan Ketua Umum PD. Jika Anas dipanggil karena jabatannya di PD, maka seharusnya juga melibatkan jabatan lain di institusi tersebut.

"Kalau bicara partai pasti ada intitusi partai. Ada ketua umum, ada sekjen, ada bendahara, ada majelis tinggi. Maksud klien saya, kalau urusannya dengan Partai Demokrat ya silakan KPK periksa, kalau ada kaitan dengan itu. Kan kapasitas kelembagaan ini penting kan. KPK pasti punya alasan mengundang klien kami sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Intinya, kalau memang ini mau berkaitan dengan keterangan klien kami dalam kapasitas institusi kepartaian Partai Demokrat, berati ada struktur di situ. Kalau bicara aliran dana berati ada fungsi-fungsi. Ada fungsi ketua umum, ada fungsi bendahara, ada fungsi majelis tinggi, ada fungsi sekjen," tuturnya.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, KPK tidak bermaksud berpolitik saat memanggil Anas sebagai Mantan Ketua Umum PD.

Predikat itu hanya untuk menunjukkan jabatan Anas saat ini saja. Tetapi keterangan yang diminta KPK dalam konteks jabatan Anas ketika itu sebagai Anggota DPR.

"KPK mmanggil Anas sebagai saksi, bukan politis. Karena ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi, perlu kita dengar. KPK tidak berpolitis, hanya melihat dari sisi hukum. Hanya sebagai predikat saja yang ingin didengar sebagai saksi. Tidak ada kaitannya dengan partai," kata Johan. (A-170/A-89)***

ibeng 15 Mar, 2013


-
Source: http://www.pikiran-rakyat.com/node/227057
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar