Minggu, 17 Maret 2013

KCBA Berbadan Hukum Sebagai Bagian untuk Penyokong Target Pemerintah

BANDUNG, (PRLM).-Rencana peraturan yang mengharuskan kantor cabang bank asing (KCBA) berbentuk badan hukum (perseroan terbatas/PT) dianggap sebagai bagian untuk menyokong target pemerintah dalam hal penguatan pasar domestik. Dengan berbadan hukum sendiri, KCBA nantinya harus tunduk kepada aturan perbankan Indonesia.

"Karena selama ini bank asing yang ada di Indonesia sifatnya adalah kantor cabang. Artinya, mereka hanya tunduk dan mengikuti arahan dari kantor pusatnya di luar negeri. Jadi, mereka bisa mengelak bila ada kebijakan tertentu di Indonesia yang bersinggungan dengan kepentingan bisnisnya. Saya melihat, agenda pemerintah di sini adalah mengantisipasi hal seperti demikian," ujar Pengamat Perbankan dari Unpad, Aldrin Herwany, saat dihubungi "PRLM", Minggu (17/3).

Pemerintah saat ini sedang merancang draft Undang-Undang Perbankan, dimana salah satu poinnya mengatur tentang keharusan KCBA berbentuk PT. Selama ini, BI hanya mewajibkan KCBA memelihara dana yang ekuivalen dengan modal, atau disebut capital equivalence maintaned assets (CEMA).

CEMA merupakan sejumlah dana yang wajib disediakan KCBA dalam bentuk aset surat berharga domestik dan berfungsi sebagai modal. Dengan demikian, bila kantor pusat suatu KCBA di luar negeri finansialnya bermasalah, layanan KCBA tersebut dapat terproteksi.

Aldrin menilai, rencana aturan yang mengharuskan KCBA berbentuk PT itu bisa memperkuat delapan aturan yang dikeluarkan BI belum lama ini. Terutama salah satu aturan tentang keharusan bank menyalurkan minimal 20% dari total kreditnya untuk sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Pasalnya, dia beranggapan, porsi kredit terbesar KCBA selama ini masih berupa kredit konsumer. Padahal, perekonomian Indonesia yang tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir disokong oleh kuatnya pasar domestik, dimana UMKM termasuk salah satu penyangga utamanya.

"Banyaknya kredit konsumer itu tidak produktif bagi perekonomian kita. Bila kemudian aturan kewajiban KCBA berbadan hukum itu diloloskan, mau tidak mau KCBA harus melaksanakan aturan dari BI tersebut. Artinya, bank asing itu harus mengalokasikan juga kreditnya kepada UMKM yang notabene adalah sektor produktif dalam perekonomian kita," tuturnya.

Dia menilai, pemerintah memiliki target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8% pada tahun ini. Salah satu motor penggerak dari pertumbuhan ekonomi tersebut datang dari sektor UMKM. Bersamaan dengan itu, peran intermediasi perbankan diperlukan agar sektor UMKM dapat tumbuh positif.

"Selama ini arah intermediasi perbankan belum optimal. Terkait rancangan aturan ini, saya kira mengarah ke sana (optimalisasi intermediasi perbankan-red). Perbankan mestinya menyalurkan kredit investasi atau modal kerja, bukan kredit pembelian mobil dan lain-lain yang sifatnya konsumtif. Dengan begitu, sebuah perusahaan UMKM bisa bergerak. Bila memang demikian, saya setuju dengan rancangan aturan ini," katanya.

Dia menambahkan, perekonomian Indonesia secara fundamental saat ini tergolong baik. Dengan demikian, menurutnya, perekonomian Indonesia sudah saatnya diarahkan untuk mandiri. "Adapun sentimen negatif yang mungkin mengemuka akibat adanya rancangan aturan tersebut, saya pikir tidak terlalu mengkhawatirkan. Terutama bila fundamental ekonomi kita saat ini yang sebenarnya sangat baik," tuturnya.

Menurutnya, aturan perbankan di luar negeri dalam hal pengaturan bank asing yang akan beroperasi di sana juga selama ini cukup ketat. "Lebih susah bagi bank kita yang akan buka cabang di luar negeri ketimbang sebaliknya. Masih belum setara. Setoran modalnya lebih tinggi, belum syarat-syarat lainnya yang lebih memberatkan seperti di sini," tuturnya. (A-204/A-89)***

ibeng 17 Mar, 2013


-
Source: http://www.pikiran-rakyat.com/node/227316
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar