Selasa, 12 Maret 2013

KPK Harus Jerat Angie Dengan UU TPPU

JAKARTA, (PRLM).-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menjerat Angelina Sondkah dengan dakwaan baru yaitu dengan menggunakan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dakwaan baru itu bisa dilakukan mengingat pasal pencucian uang belum termasuk pada kasus suap penganggaran sejumlah proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang sudah divonis oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Penggunaan UU TPPU akan mampu menjerat orang-orang lain selain Angelina yang turut terlibat dalam korupsi tersebut.

Hal itu menjadi rekomendasi dari Sidang Eksaminasi Publik Putusan Pengadilan Topikor Jakarta atas nama terdakawa Angelina Patricia Pinkan Sondakh atau yang kerap disapa Angie yang digelar oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

Eksaminasi Publik dilaksanakan oleh Majelis Eksaminasi yang terdiri dari beberapa ahli hukum, yaitu Adnan Pasliadja (mantan Jaksa/Pengajar Pusdiklat Kejaksaan), Sahlan Said (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia/Mantan Hakim), dan Ganjar Laksamana (Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia).

"Dalam perkara ini perlu diberlakukan mekanisme pembuktian terbalik terhadap seluruh harta milik Angie. Apabila tidak bisa dibuktikan soal kepemilikan harta atau asetnya maka harus dirampas oleh negara. Penerapan UU Pencucian Uang ini penting untuk memaksimalkan hukuman dan memiskinkan koruptor," kata anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yunto, Selasa (12/3).

Ia menjelaskan, eksaminasi itu dilakukan ICW menyusul reaksi publik atas putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang hanya memvonis Angie dengan hukuman penjara 4,5 tahun dan denda Rp 250 juta.

Vonis itu dianggap tidak memenuhi rasa keadilan. Vonis itu terlalu rendah jika dibandingkan dengan tuntutan jaksa KPK, yaitu 12 tahun dan denda Rp 500 juta. "Lebih -lebih hakim tidak merampas hasil korupsi, padahal ia terbukti menerima uang dari Grup Permai," kata Emerson.

Dalam tuntutan jaksa, Angie terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima pemberian berupa uang senilai total Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup Permai.

Angie terkibat dalam penggiringan proyek di 16 perguruan tinggi di Indonesia senilai Rp 610 miliar. Perguruan tinggi yang dimaksud ialah Universitas Sumater Utara (Rp 30 miliar), Universitas Negeri Malang (Rp 40 miliar), Universitas Brawijaya (Rp 30 miliar), Universitas Udayana (Rp 30 miliar), Universitas Negeri Jambi (Rp 30 miliar), Unviersitas Negeri Jakarta (Rp 45 miliar), Institut Teknologi 10 Nopember (Rp 45 miliar (Rp 15 miliar), Universitas Jenderal Soedirman (Rp 30 miliar), Universitas Sriwijaya (Rp 75 miliar), Universitas Tadulako (Rp 30 miliar), Universitas Cendana (Rp 20 miliar), Unversitas Pattimura (Rp 35 miliar), Universitas Negeri Papua (Rp 30 miliar), Universitas Sebelas Maret (Rp 40 miliar), Universitas Tirtayasa (Rp 50 miliar), Institut Pertanian Bogor (Rp 40 miliar).

Atas jasanya menggiring anggaran di DPR, Angie menerima uang melalui orang suruhannya sebesar Rp 12.580.000.000 dan USD 2.350.000.

Menurut Majelis Eksaminasi, hakim keliru menganggap uang suap yang diberikan kepada Angie bukanlah termasuk kerugian negara yang harus dibebankan pidana uang pengganti.

Menurut majelis hakim uang yang diterima Angie hanya Rp. 2.500.000.000 dan USD 1.200.000. Besaran tersebut dibuktikan melalui pembicaraan dengan BBM antara terdakwa dengan Mindo Rosalina Manulang.

Majelis hakim berpendapat, Angie tidak bertindak sendiri, besarnya anggaran proyek Ditjen Dikti Kemendiknas yang disetujui adalah keputusan bersama semua anggota Banggar DPR-RI, sehingga tidak dapat ditentukan berapa yang diperoleh oleh terdakwa. Hal itu dinilai tidak relevan.

"Majelis Hakim di tingkat banding (Pengadilan Tinggi) agar menganulir putusan ditingkat pertama (Pengadilan Tipikor) baik dari pengenaan pasal maupun soal uang pengganti. Berdasarkan fakta-fakta dipersidangan, Angie seharusnya terbukti memenuhi Pasal 12 huruf a UU Tipikor dan dapat dijerat ancaman penjara berkisar 4-20 tahun penjara. Lalu sesuai dengan Pasal 18, Angie harus membayar uang pengganti sebagaimana dakwaan jaksa atau setidaknya sebagaimana yang dinyatakan terbukti menurut hakim Pengadilan Tipikor yaitu Rp 2,5 miliar dan USD 1.200.000 dari Grup Permai," kata Emerson.

Majelis Eksaminasi merekomendasikan agar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk melakukan pemeriksaan terhadap Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Angie.

"Angie seharusnya dikenakan pasal pencucian uang. Sebagaimana, perkara Wa Ode Nurhayati yang juga didakwa dengan Pasal 12 a, Pasal 5 (2) dan Pasal 11, jaksa menerapkan pasal pencucian uang. Akan tetapi tidak demikian terhadap perkara Angie," tutur Emerson.

Padahal diketahui terdapat aliran dana kepada pihak-pihak lain, seperti saksi Lindina Wulandari senilai Rp.2.523.724.735,- dan saksi Anita Elizabete Lalaim untuk membayar premi asuransi BNI Life Dollar sebesar USD 45.000 (empat puluh lima ribu dollar Amirika) secara tunai.

Selain itu, uang itu juga dipakai membeli mobil Velfire No.Polisi B 999 NGI meskipun Angie tidak mengakui mobil tersebut miliknya, tetapi mobil tersebut menggunakan alamat terdakwa di rumah dinas anggota DPR RI.

Saat ini KPK sedang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terkait putusan Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus ini. Juru Bicara Johan Budi mengatakan upaya banding itu sebagai usaha untuk merampas harta Angelina Sondakh melalui upaya banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Perampasan harta merupakan upaya KPK membuat jera para koruptor.

"KPK memutuskan banding soal hukuman. Terutama Pasal 12 a kita akan konstruksikan kembali. Dan pasal 18 tentang penyitaaan harta," katanya.

Johan mengatakan, perampasan aset merupakan tuntuan penting untuk memberikan efek jera. Orang tidak akan semabarangan korupsi karena nantinya akan dirampas oleh negara.

Aset yang dirampas itu nantinya dikembalikan untuk mengganti uang negara yang hilang akibat korupsi. "Ini terobosan hukum sehingga korupsi itu harus ada perampasan aset. Ini untuk mengembalikan uang negara," katanya. (A-170/A-89)***

dikdo 12 Mar, 2013


-
Source: http://www.pikiran-rakyat.com/node/226611
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar